Saturday, 29 June 2019

29 June 2019




Bacaan ku pagi ini dipukul 10:01 AM wib.

Sekitar 27 tahun silam..., Singapura melarang pengajaran agama di sekolah-sekolah.

Hasilnya..., penduduk negara itu paling tertib..., disiplin..., dan paling toleran antar sesama warga...;  walau terdiri dari banyak suku bangsa..., bahasa..., dan agama.

Inilah sebabnya..., maka Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menegaskan bahwa pemerintahnya tidak akan mengijinkan pengajaran agama dimasukkan kembali ke dalam kurikulum sekolah.

PM Lee menegaskan..., bahwa 27 tahun silam  pemerintah di bawah kepemimpinan ayahnya—Lee Kuan Yew—sudah menetapkan..., bahwa agama adalah urusan pribadi dan bukan urusan sekolah.

Keputusan ini diambil..., karena PM Lee Kuan Yew saat itu melihat bahwa pengajaran agama yang dilakukan di sekolah-sekolah telah menyebabkan penduduk semakin tercerai-berai..., dan bukan semakin bersatu membangun negeri pulau itu.

PM Lee Hsien Loong menegaskan kembali sikap ayahnya terhadap pengajaran agama..., ketika ia tiba-tiba ditanyai tentang sikap pemerintahnya terhadap pengajaran agama di sekolah.

Pertanyaan itu datang dari seorang mahasiswa jurusan Teknik Lingkungan asal Sri Lanka...., yang  meminta PM Lee menjelaskan tentang kabar bahwa Singapura akan mengubah sikap terhadap pengajaran agama di sekolah.

Terhadap pertanyaan itu..., PM Lee menjawab..., “Kami telah menetapkan bahwa Singapura adalah sebuah negara sekuler..., karena itu maka agama merupakan suatu hal yang sebaiknya dibiarkan berada dalam kawasan pribadi".

Surat kabar Straits Times melaporkan...,  bahwa dalam penjelasan yang disampaikan sebagai bagian dari rangkaian peringatan hari nasional negara tersebut..., PM Lee sangat berhati-hati memilih kata-kata yang tepat untuk mempertahankan keseimbangan dan persatuan di negara yang multi etnis dan multi agama itu.

Ia berpendapat bahwa karena di Singapura ada banyak agama..., maka urusan agama ditempatkan dalam kawasan pribadi masing-masing warga negara..., sementara pemerintah bertugas menjaga keseimbangan melalui perangkat hukum yang tegas.

Pelajaran agama dimasukkan dalam kurikulum sekolah di Singapura pada 1984..., dan waktu itu setiap siswa diberi kebebasan untuk memilih satu dari pelajaran agama yang tersedia..., yaitu: Buddha..., Islam..., dan Kristen.

Lima tahun kemudian..., pemerintah Singapura mencabut semua pelajaran agama tersebut dari kurikulum..., karena terbukti bahwa pelajaran tersebut membuat para siswa semakin terpisah satu dengan lainnya.

Ada guru yang mengajari siswa untuk mengikuti agama tertentu...,  sehingga terjadi ketegangan di sekolah.

Sejak saat itu..., pemerintah melarang pendidikan agama di sekolah-sekolah.

PM Lee berpendapat..., bahwa melarang pelajaran agama di sekolah tidak akan menghambat penduduk Singapura untuk menjalankan agamanya masing-masing.

Sikap ini terbukti benar...., Singapura tidak lantas menjadi negara yang berpenduduk “kafir”.

Sebaliknya...., Singapura kini dikenal sebagai negara yang memiliki integritas tinggi di berbagai lini pergaulan antarbangsa.

Dalam hal kualitas dan integritas..., lulusan perguruan tinggi Singapura bisa diacungi jempol.

Dalam hal tata kelola pemerintahan..., Singapura adalah negara paling bersih dan akuntabel di peringkat dunia.

Dalam hal penegakan hukum..., Singapura juga bisa dijadikan teladan karena hukumnya jelas dan konsisten..., tidak tebang pilih.

Negara yang secara tegas melarang pengajaran agama di sekolahnya itu telah berhasil mempraktekkan nilai-nilai agama dalam kehidupan nyata..., menjaga kesehatan sebagai pemberian dari Tuhan Sang Pencipta..., serta menjaga keharmonisan hidup bernegara..., walau terdiri dari banyak suku bangsa dan agama.

PM Lee secara amat tegas mengatakan bahwa..., “Pemerintah tak boleh masuk ke kawasan agama..., dan agama tak boleh masuk ke kawasan Pemerintah’...”.

Menjelang 74 tahun merdeka..., hasil apa yang dapat dipetik dari pengajaran agama di sekolah-sekolah Indonesia.....?