3 October 2020, Saturday
Bacaan ku hari ini dari sambungan kemarin 2 October 2020 dan habis dengan judul : TAN MALAKA.
Komentar ku terhadap TAN MALAKA : Dia adalah seorang pejuang untuk Bangsa-nya dan Negara-nya, tanpa memikirkan kepentingan dirinya.
Di pikiran TAN MALAKA : Diri-nya adalah bagian terkecil dan Bangsa beserta Negara adalah bagian terbesar.
Dalam situasi ini, Tan Malaka lagi-lagi dianggap sebagai “pembuat onar”, namun kali ini bukan oleh Belanda, tapi oleh pemerintah Indonesia sendiri. Walaupun mulai dicap buruk oleh pemerintah pusat, Tan Malaka tetap bandel dan malah menghimpun kekuatan di Jawa Timur untuk menghadapi Agresi Militer Belanda II, yang akhirnya pecah bulan Desember 1948.
Dalam situasi genting seperti itu, Presiden Soekarno membekukan pemerintahan Republik dan menggantinya jadi Pemerintahan Darurat Republik Indonesia dengan pusatnya di Bukittinggi. Situasi ini semakin kacau dan mencekam bagi seluruh rakyat Indonesia yang terancam kehilangan identitasnya serta negara yang baru saja ingin dibangun. Dalam kondisi Indonesia yang antara ada dan tiada seperti itu, Tan Malaka ngomong di radio dari daerah Kediri, untuk tetap melanjutkan perjuangan dengan cara:
- Tidak mengakui Perjanjian Linggarjati dan Renville.
- Menghancurkan negara boneka bentukan Belanda.
- Mengambil alih semua wilayah Indonesia yang masih dikuasai oleh Belanda.
- Mengambil alih semua aset Belanda dan Eropa lainnya.
- Mengembalikan harga diri rakyat Indonesia.
- Mengabaikan seluruh ajakan perundingan.
- Tidak menyetujui perjanjian apapun yang tidak menyebutkan bahwa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945
- Menyatukan seluruh partai dan badan keamanan rakyat.
Himbauan inilah yang membakar semangat rakyat tapi juga sekaligus menyebabkan Tan Malaka dianggap sebagai pemberontak yang dianggap berbahaya oleh pemerintahan Perdana Menteri Muhammad Hatta. Sejak saat itulah Tan Malaka diburu oleh tentara negara yang dia bela mati-matian selama 30 tahun terakhir, sampai akhirnya terbunuh oleh tentara nasional Indonesia di Kediri Jawa Timur pada tanggal 19 Februari 1949 dan jenazahnya tidak diketahui keberadaannya sampai sekarang. (ada yang menyebutkan Tan Malaka dikubur secara rahasia, ada versi lain yang menyebutkan mayatnya dihanyutkan di Kali Brantas).
Warisan Bagi Rakyat Indonesia
Sebagaimana setiap negara besar memiliki founding father, seperti katakanlah Amerika memiliki George Washington, Thomas Jefferson dan Benjamin Franklin. India punya M.K Gandhi dan Jawaharlal Nehru, Filipina punya Benigno Aquino dan Jose Rizal, Pakistan punya Muhammad Ali Jinnah, dan juga bangsa-bangsa lainnya. Kita bangsa Indonesia juga punya founding father, antara lain Soekarno, Hatta, Sutan Sjahrir, Achmad Subardjo, Radjiman Wediodiningrat, dan juga Tan Malaka.
Empat belas tahun setelah kematiannya, tepatnya pada 28 Maret 1963 Presiden Soekarno mengangkat nama Tan Malaka sebagai pahlawan nasional Indonesia. Namun 3 tahun kemudian, setelah Soekarno turun dari jabatan presiden (1966) dan digantikan oleh era Orde Baru. Nama Tan Malaka kembali disembunyikan dari sejarah Indonesia, dan bahkantidak pernah disebutkan dalam daftar nama-nama pahlawan nasional di sekolah seluruh penjuru Indonesia selama puluhan tahun bahkan mungkin sampai sekarang. Penyebabnya? Apalagi kalau bukan keterlibatan Tan Malaka yang sangat kental dengan gerakan kiri, sosialis, atau komunis yang menjadi musuh besar pada era pemerintahan Orde Baru.
Mungkin lo semua mencoba menalar, apakah Soekarno, Hatta, Sjahrir, terlalu lembek menghadapi tekanan negara lain? Ataukah justru Tan Malaka yang terlalu sembrono dalam bertindak? Apakah Tan Malaka salah mengambil langkah dalam paham ideologi politik sosial-komunis? Bagi kita yang hidup di tahun 2015 dan mencoba melihat kembali ke belakang, mungkin akan sulit untuk meraba-raba mana yang lebih benar di antara mereka. Memang tidak selamanya Soekarno sejalan dengan Hatta, dengan Sjahrir, dan juga dengan Tan Malaka. Mereka semua, para pendiri negeri ini, memiliki pertimbangannya sendiri-sendiri dalam mengambil keputusan saat menghadapi kemelut situasi pada masa itu. Terlepas dari itu semua, setiap perjuangan mereka patut kita hormati, karena bagaimana pun mereka semua adalah founding father of Indonesia yang telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengantarkan seluruh rakyat Indonesia menuju kemerdekaan.
Semoga artikel ini, dapat kembali mengingatkan kita semua pada para pendiri negeri kita ini, khususnya untuk Tan Malaka yang paling sering dilupakan. Selamat ulang tahun ke-118 Tan Malaka (2 Juni 2015), semoga generasi Indonesia ke depannya dapat mewujudkan impian beliau untuk membangun masyarakat yang berpikir secara kritis, logis, rasional, dan mampu berdialog secara sehat. Merdeka!
“Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putera Indonesia tempat darahmu tertumpah” – Tan Malaka, Massa Aksi (1927)